Senin, 02 Oktober 2017

Sejarah Marga Simanjuntak

Edit Posted by with No comments

Raja Marsundung (Simanjuntak), generasi ketujuh (7) dari Raja Batak, dan generasi pertama dari Marga Simanjuntak. (lihat diagram silsilah)Raja Marsundung mempunyai istri pertama yang bernama Taripar Laut boru Hasibuan. Dari isteri pertama ini Raja Marsundung mendapatkan satu orang anak yaitu Parsuratan Beberapa tahun setelah Taripar Laut boru Hasibuan meninggal, Raja Marsundung mengambil isteri dari negeri Sihotang (dekat Pangururan Samosir) yang bernama Sobosihon boru Sihotang. Dengan demikian sejak itu Si Parsuratan memiliki ibu tiri (panoroni). 
Dari isteri yang kedua ini lahirlah Mardaup, Sitombuk, Hutabulu dan dua orang anak perempuan. Salah satu dari dua anak perempuan Raja Marsundung kemudian kawin dengan marga Sirait.Rupanya hubungan antara Parsuratan dan ibu tirinya Sobosihon boru Sihotang kurang harmonis. Hal ini dapat dimaklumi karena di orang Batak, antara anak tiri dengan ibu tirinya sering tidak ada kecocokan/ kerukunan. Karena kondisi yang tidak menyenangkan ini, Parsuratan meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke kampung Tulangnya di Sigaol, desa Marga Hasibuan.
Menurut cerita orang-orang tua, Parsuratan cukup lama tinggal di Sigaol, bahkan sampai-sampai orang di sana mengira dia bermarga Hasibuan. Kemudian Parsuratan mengawini boru tulangnya yakni Boru Hasibuan. Beberapa lama kemudian Parsuratan mendengar berita bahwa bapaknya, Raja Marsundung telah meninggal dunia. Parsuratan kemudian kembali pulang ke kampung halamannya di Parsuratan, Paindoan Balige. Di Balige inilah kemudian Parsuratan menetap dan hidup berdekatan dengan ibu tirinya, Sobosihon boru Sihotang dan anak-anaknya yaitu Mardaup, Sitombuk dan Hutabulu serta dua orang anak perempuan.
Salah satu keturunan Raja Marsundung dari isterinya Sobosihon boru Sihotang, yaitu anak yang tertua (anak perempuan) sangat dekat dengan ibunya. Sebagai anak yang tertua, maka dialah yang selalu gigih membantu ibunya sementara adik-adiknya masih kecil-kecil.Karena Parsuratan magodang (artinya besar) di kampung tulangnya, maka dia tidak memiliki hubungan yang dekat dengan bapaknya, sehingga setelah meninggal, tidak ada pesan dari Raja Marsundung kepada Parsuratan terutama mengenai harta yang ditinggalkan.Parsuratan menganggap bahwa harta berupa kerbau yang dipungka Raja Marsundung dengan Taripar Laut boru Hasibuan. Disinilah malapetaka itu berawal (bonsir ni parbadaan i).
Selanjutnya karena kedua belah pihak yaitu Parsuratan dan Sobosihon boru Sihotang dan anak-anaknya, memiliki sawah masing-masing, kepemilikan kerbau menjadi sangat penting (untuk membajak sawah). Akhirnya timbullah emosi Parsuratan, yang berakibat meninggalnya putri sulung dari Sobosihon boru Sihotang. Meninggalnya putri tercinta inilah yang menjadi sebab dari pertikaian/ perselisihan antara Parsuratan (yang kemudian dikenal dengan Parhorbo Jolo) dengan Mardaup; Sitombuk; Hutabulu (yang kemudian dikenal dengan Parhorbo Pudi) yang berlangsung hingga saat ini.
Perselisihan ini sebenarnya sudah pernah dicoba untuk diselesaikan oleh saudara-saudara R. Marsundung. yaitu Siahaan dan Hutagaol, bahkan oleh keturunan Si Bagot Ni Pohan. Namun sampai saat ini belum terjadi penyelesaian.

Marga Simanjuntak adalah salah satu marga terbesar dikalangan suku batak hingga terkenal istilah Simanjuntak na solot di ri (Simanjuntak ri) yang artinya dimana ada rumput (ri), disitu ada Simanjuntak.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.